Kartu Nama dan Orang Sederhana

Suatu ketika, saya dan seorang teman iseng-iseng menghadiri acara workshop dan networking untuk para founder atau penggiat start-up di Jakarta. Acara itu telah lama berlalu, dan ada 2 pembelajaran yang saya ingat darinya.

Pertama, harusnya saya dan teman saya saat itu membawa kartu nama! Sungguh tak terpikir bahwa salah satu tujuan acara networking adalah membangun jaringan. Yang kami pikir saat itu hanya cari ilmu, jadi yasudah, datang saja dengan niat belajar. Sesampainya di sana, rupanya setiap orang saling berbagi kartu. Tampaknya hanya kami berdua yang tidak memberikan kartu balik ketika seseorang memberikan kartunya kepada kami.

Termasuk ketika kami sibuk melahap makanan-makanan nikmat yang disajikan secara prasmanan, seseorang yang sederhana datang menghampiri kami, dan kemudian dia memperkenalkan diri. Dia bilang, dia adalah wakil presiden dari salah satu komunitas entrepreneur di Jakarta, lalu menanyakan kami siapa. Dengan cengengesan, hehe, kami bilang masih mahasiswa dan baru belajar menjalankan toko online. Dia ngobrol-ngobrol sebentar lalu menggundang kami bergabung dengan komunitasnya jika berkenan.

Saat itu kami tidak terlalu terkesan dengannya. Kami kira, "ah hanya komunitas entrepreneur, mungkin isinya hanya motivasi dan promosi-promosi, seperti komunitas sejenis kebanyakan. Orangnya juga biasa-biasa begini." Kamipun berlalu, meninggalkan orang tersebut (dengan beberapa orang lain) untuk mengisi ulang piring kami yang sudah kosong.

Selang beberapa bulan, di kampus kami di Depok ada workshop tentang entrepreneurship yang mengundang beberapa figur pengusaha besar, termasuk Hary Tanoe, Ken Kaskus, dan salah satu diantara para pembicara tersebut adalah orang yang kami anggap orang sederhana dan mungkin pengusaha yang biasa-biasa seperti kami itu. Siapa dia? Co-founder Lazada.

Well, okay, pelajaran kedua, rupanya tidak bijak menilai seseorang dari penampakannya saja.

***

Setelah membuka mata lebih lebar, ternyata di sekitar saya banyak orang-orang yang sederhana tapi hebat seperti itu. Tidak harus hebat menurut ukuran umum sih, tapi hebat dengan keunikannya masing-masing.

Comments

  1. Itulah pola pikir kita anak kecil.
    Melihat orang lain lebih buruk atau meremehkan.
    Pengelaman koyok ngene iki yang bikin hidup kita lucu dan dewasa.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Download Ringkasan Materi Fisika SMA Kelas 1-3 Lengkap

Pengalaman Magang di Traveloka (Summer Intern)

Pengalaman Traveling ke Guangzhou, China

Transportasi dari UI ke Soekarno-Hatta