Campur Tangan Tuhan
Pernah mengalami keberhasilan dalam suatu hal yang sepertinya Anda tidak mungkin berhasil didalamnya? Saya pernah! Bahkan mungkin sering, tapi saya memutuskan untuk hanya mengingat beberapa diantaranya (baca: banyak yang lupa).
Masa SD
Pertama, perkenankan saya bercerita tentang masa-masa SD saya. Waktu itu (saya kelas 5), Bu Kasiyati, guru IPA kami sedang mengadakan ulangan. Dan kebetulan, waktu itu lagi musimnya lomba. Jadi mungkin Bu Kasiyati menggunakan hasil ulangannya tersebut sebagai salah satu tolok ukur untuk merekrut siswa yang kompeten untuk diikutkan lomba. Dan bisa Anda tebak, siapakah yang terpilih?
Well, singkat cerita, saya mengawalinya dengan memenangkan lomba tingkat Desa Genteng Wetan. Itu saja sudah kelihatan mustahil bagi saya, ngelihat wajah-wajah ‘musuh’ saya yang kayak buku IPA semua. Tapi, itu terjadi! Saya masih ingat dengan sangat jelas, saat saya keluar dari ruangan tempat babak final diselenggarakan itu dengan tangan gemetaran (karena grogi) disambut tepuk tangan meriah teman-teman saya. Ada rasa senang (atau bangga) tersendiri. Dan saya pun cepat-cepat pulang dengan semangatnya, karena sudah tidak sabar ingin menceritakan keajaiban itu pada keluarga saya.
Juara 1 tingkat desa belum membuat saya berpuas diri. Saya semakin rajin belajar, karena saya telah merasakan bagaimana enaknya menjadi juara. Dan tangan Tuhan kembali menuntun saya ketingkat yang lebih tinggi. Saya menjadi juara 1 tingkat Kecamatan. Saya juga masih ingat, waktu itu betapa senang + gorginya saya, dengan tangan dingin yang masih gemetaran dan senyuman lebar di wajah saya, rival-rival saya mengucapkan, “Selamat ya!” Ketika itu saya merasakan bagaimana rasanya disukai dan dibutuhkan banyak orang. Banyak sekali yang minta diajarin, dicontekin, dsb.
Dan disinilah saya mulai ceroboh. Saya mulai lengah. Anak kecil yang baik itu kini mulai menjadi agak sombong. Dia risih dimintai tolong oleh banyak teman. Ucapan dan perilakunya mulai terasa pedas. Dia mulai menganggap dirinyalah yang paling pintar, sehingga tidak perlu belajar lagi.
Dan celakalah bagi orang yang seperti itu. Saya melanjutkan petualangan saya pada OSN tingkat Kabupaten. Dan bisa Anda tebak lagi, Tuhan tidak berpihak kepada orang sombong. Saya kalah, bahkan oleh teman saya yang pada pertandingan tingkat desa dan kecamatan selalu kalah dengan saya. Kini dia masuk 5 besar, sementara nama saya tidak tersebut sama sekali.
Saya mulai kehilangan kepercayaan diri. Tapi syukurlah, saya masih kecil waktu itu. Jadi saya tidak berpikir aneh-aneh dan terlalu dalam seperti saya saat ini. Dalam waktu sebentar, saya pulih. Saya kembali menghormati kebaikan, dan hasilnya… Campur tangan Tuhan kembali membuat saya mendapatkan nilai UAN murni tertinggi tingkat Desa. Ya lumayanlah…
Masa SMP
2 tahun kemudian, saya sudah kelas VIII SMP, di SMP favorit di kota saya. Dan tangan Tuhan mulai menuntun saya lagi ke kursi-kursi juara. Secara tidak sengaja, saya menjadi wakil ketiga dari Kabupaten Banyuwangi untuk berlaga di tingkat Provinsi Jawa Timur, OSN bidang Biologi. Kenapa secara tidak sengaja? Karena memang begitu adanya. Teman-teman saya secara asal-asalan menunjuk saya sebagai perwakilan kelas untuk mengikuti seleksi yang diadakan sekolah, dan parahnya seleksi diadakan hari itu juga, dan saya belum belajar sama sekali. Tapi itulah keberuntungan.
Tapi kebodohan kembali berulang. Saya mulai sedikit sombong dan malas. Akibatnya, saya menjadi yang paling bodoh ketika teman-teman di Asrama Haji Sukolilo mengajak berdiskusi dan belajar Biologi bareng. Saya hanya diam dalam kelompok yang ceria itu. Saya malu dan sangat menyesal dalam hati. Saya memarahi diri sendiri. Dan sebagai hasilnya, sayapun tidak beruntung untuk melanjutkan lomba ke tingkat Nasional.
Saya pulang ke Banyuwangi, dan sekolah berjalan seperti biasa. Tapi ada yang beda dengan teman-teman. Mereka lebih respect. Dan syukurlah, kali ini saya dapat menikmatinya, walaupun sebentar. Karir saya terus naik. Saya memenangkah berbagai perlombaan yang diadakan SMA-SMA favorit se Banyuwangi, dan bahkan sebagai puncaknya adalah ketika kelompok saya menjadi juara 6 pada lomba tingkat 4 Provinsi yang diadakan oleh SMU 2 Darul Ulum Jombang.
Dan lagi-lagi, karena belum lulus juga, saya diuji dengan kesombongan lagi. Ditambah lagi saya mulai terlibat pergaulan kurang baik waktu itu. Sekolah saya menjadi semakin memble. Naik ke kelas IX, keadaan saya bukannya semakin baik, malah sebaliknya. Prestasi terus menurun. Beruntung saya masih bisa lulus UAN dengan nilai yang cukup, dan bisa masuk SMA favorit dengan aman karena punya piagam.
Masa SMA
Di SMA keajaibannya lebih gila lagi. Saya yang anaknya pendiam, pemalu, dan tidak punya pengalaman tentang keorganisasian, terpilih menjadi Ketua 2 OSIS, pada waktu kelas X. Prosesnya bagaimana?
Bermula dari anggapan polos saya, “Wah… Keliahatannya enak ya jadi OSIS. Bisa sibuk dengan kegiatan-kegiatan keren itu. Dan kelihatannya, akan keren kalau aku memakai jaket OSIS yang penuh wibawa itu.” Tanpa modal pengalaman, saya pun mengikuti ujian OSIS. Ujian tulis lolos, dengan hasil tertinggi dari seluruh peserta pada bagian soal-soal dari Ketua Umum.
Dari sinilah keajaiban itu mulai rumit. Akan sangat panjang kalau saya paksa ceritakan disini. So, saya singkat saja ya?! icon biggrin Campur Tangan Tuhan
Sayapun berorasi ke kelas-kelas, sama seperti calon-calon lain. Dan dapatkah Anda bayangkan, apakah yang membuat saya yang pemalu ini kuat melakukan itu? Saya juga heran, padahal saya cuman menargetkan untuk menjadi anggota SIE Budi Pekerti pada blanko pendaftaran saya, tapi perjalanan memaksa saya menjadi Ketua 2.
Sejak saat itu, kehidupan saya banyak mengalami pergolakan. Banyak keadaan dan kejadian yang tidak nyaman. Banyak tekanan dari dalam maupun luar. Banyak stress. Saya tidak tahu apakah itu karena faktor usia, tapi diluar itu semua, ternyata saya sedang dibaikkan. Saking caranya aja yang kurang enak dirasakan. Tapi mungkin inilah cara tercepat untuk membuat saya baik.
Dan sedikit-demi sedikit, saya menemukan teman-teman, guru, bacaan, dan buku-buku yang membuat saya belajar berpikir. Dan perlahan, saya mulai mengerti tentang campur tangan Tuhan dalam membaikkan kehidupan saya. Ya, walaupun masih sedikit.
Bagaimana dengan Anda kawan? Apa pengalaman ajaib Anda?
Masa SD
Pertama, perkenankan saya bercerita tentang masa-masa SD saya. Waktu itu (saya kelas 5), Bu Kasiyati, guru IPA kami sedang mengadakan ulangan. Dan kebetulan, waktu itu lagi musimnya lomba. Jadi mungkin Bu Kasiyati menggunakan hasil ulangannya tersebut sebagai salah satu tolok ukur untuk merekrut siswa yang kompeten untuk diikutkan lomba. Dan bisa Anda tebak, siapakah yang terpilih?
Well, singkat cerita, saya mengawalinya dengan memenangkan lomba tingkat Desa Genteng Wetan. Itu saja sudah kelihatan mustahil bagi saya, ngelihat wajah-wajah ‘musuh’ saya yang kayak buku IPA semua. Tapi, itu terjadi! Saya masih ingat dengan sangat jelas, saat saya keluar dari ruangan tempat babak final diselenggarakan itu dengan tangan gemetaran (karena grogi) disambut tepuk tangan meriah teman-teman saya. Ada rasa senang (atau bangga) tersendiri. Dan saya pun cepat-cepat pulang dengan semangatnya, karena sudah tidak sabar ingin menceritakan keajaiban itu pada keluarga saya.
Juara 1 tingkat desa belum membuat saya berpuas diri. Saya semakin rajin belajar, karena saya telah merasakan bagaimana enaknya menjadi juara. Dan tangan Tuhan kembali menuntun saya ketingkat yang lebih tinggi. Saya menjadi juara 1 tingkat Kecamatan. Saya juga masih ingat, waktu itu betapa senang + gorginya saya, dengan tangan dingin yang masih gemetaran dan senyuman lebar di wajah saya, rival-rival saya mengucapkan, “Selamat ya!” Ketika itu saya merasakan bagaimana rasanya disukai dan dibutuhkan banyak orang. Banyak sekali yang minta diajarin, dicontekin, dsb.
Dan disinilah saya mulai ceroboh. Saya mulai lengah. Anak kecil yang baik itu kini mulai menjadi agak sombong. Dia risih dimintai tolong oleh banyak teman. Ucapan dan perilakunya mulai terasa pedas. Dia mulai menganggap dirinyalah yang paling pintar, sehingga tidak perlu belajar lagi.
Dan celakalah bagi orang yang seperti itu. Saya melanjutkan petualangan saya pada OSN tingkat Kabupaten. Dan bisa Anda tebak lagi, Tuhan tidak berpihak kepada orang sombong. Saya kalah, bahkan oleh teman saya yang pada pertandingan tingkat desa dan kecamatan selalu kalah dengan saya. Kini dia masuk 5 besar, sementara nama saya tidak tersebut sama sekali.
Saya mulai kehilangan kepercayaan diri. Tapi syukurlah, saya masih kecil waktu itu. Jadi saya tidak berpikir aneh-aneh dan terlalu dalam seperti saya saat ini. Dalam waktu sebentar, saya pulih. Saya kembali menghormati kebaikan, dan hasilnya… Campur tangan Tuhan kembali membuat saya mendapatkan nilai UAN murni tertinggi tingkat Desa. Ya lumayanlah…
Masa SMP
2 tahun kemudian, saya sudah kelas VIII SMP, di SMP favorit di kota saya. Dan tangan Tuhan mulai menuntun saya lagi ke kursi-kursi juara. Secara tidak sengaja, saya menjadi wakil ketiga dari Kabupaten Banyuwangi untuk berlaga di tingkat Provinsi Jawa Timur, OSN bidang Biologi. Kenapa secara tidak sengaja? Karena memang begitu adanya. Teman-teman saya secara asal-asalan menunjuk saya sebagai perwakilan kelas untuk mengikuti seleksi yang diadakan sekolah, dan parahnya seleksi diadakan hari itu juga, dan saya belum belajar sama sekali. Tapi itulah keberuntungan.
Tapi kebodohan kembali berulang. Saya mulai sedikit sombong dan malas. Akibatnya, saya menjadi yang paling bodoh ketika teman-teman di Asrama Haji Sukolilo mengajak berdiskusi dan belajar Biologi bareng. Saya hanya diam dalam kelompok yang ceria itu. Saya malu dan sangat menyesal dalam hati. Saya memarahi diri sendiri. Dan sebagai hasilnya, sayapun tidak beruntung untuk melanjutkan lomba ke tingkat Nasional.
Saya pulang ke Banyuwangi, dan sekolah berjalan seperti biasa. Tapi ada yang beda dengan teman-teman. Mereka lebih respect. Dan syukurlah, kali ini saya dapat menikmatinya, walaupun sebentar. Karir saya terus naik. Saya memenangkah berbagai perlombaan yang diadakan SMA-SMA favorit se Banyuwangi, dan bahkan sebagai puncaknya adalah ketika kelompok saya menjadi juara 6 pada lomba tingkat 4 Provinsi yang diadakan oleh SMU 2 Darul Ulum Jombang.
Dan lagi-lagi, karena belum lulus juga, saya diuji dengan kesombongan lagi. Ditambah lagi saya mulai terlibat pergaulan kurang baik waktu itu. Sekolah saya menjadi semakin memble. Naik ke kelas IX, keadaan saya bukannya semakin baik, malah sebaliknya. Prestasi terus menurun. Beruntung saya masih bisa lulus UAN dengan nilai yang cukup, dan bisa masuk SMA favorit dengan aman karena punya piagam.
Masa SMA
Di SMA keajaibannya lebih gila lagi. Saya yang anaknya pendiam, pemalu, dan tidak punya pengalaman tentang keorganisasian, terpilih menjadi Ketua 2 OSIS, pada waktu kelas X. Prosesnya bagaimana?
Bermula dari anggapan polos saya, “Wah… Keliahatannya enak ya jadi OSIS. Bisa sibuk dengan kegiatan-kegiatan keren itu. Dan kelihatannya, akan keren kalau aku memakai jaket OSIS yang penuh wibawa itu.” Tanpa modal pengalaman, saya pun mengikuti ujian OSIS. Ujian tulis lolos, dengan hasil tertinggi dari seluruh peserta pada bagian soal-soal dari Ketua Umum.
Dari sinilah keajaiban itu mulai rumit. Akan sangat panjang kalau saya paksa ceritakan disini. So, saya singkat saja ya?! icon biggrin Campur Tangan Tuhan
Sayapun berorasi ke kelas-kelas, sama seperti calon-calon lain. Dan dapatkah Anda bayangkan, apakah yang membuat saya yang pemalu ini kuat melakukan itu? Saya juga heran, padahal saya cuman menargetkan untuk menjadi anggota SIE Budi Pekerti pada blanko pendaftaran saya, tapi perjalanan memaksa saya menjadi Ketua 2.
Sejak saat itu, kehidupan saya banyak mengalami pergolakan. Banyak keadaan dan kejadian yang tidak nyaman. Banyak tekanan dari dalam maupun luar. Banyak stress. Saya tidak tahu apakah itu karena faktor usia, tapi diluar itu semua, ternyata saya sedang dibaikkan. Saking caranya aja yang kurang enak dirasakan. Tapi mungkin inilah cara tercepat untuk membuat saya baik.
Dan sedikit-demi sedikit, saya menemukan teman-teman, guru, bacaan, dan buku-buku yang membuat saya belajar berpikir. Dan perlahan, saya mulai mengerti tentang campur tangan Tuhan dalam membaikkan kehidupan saya. Ya, walaupun masih sedikit.
Bagaimana dengan Anda kawan? Apa pengalaman ajaib Anda?
Comments
Post a Comment