Bukan Sibuknya
Di kampus, ada teman yang setiap paginya dia bangun lebih awal buat jualan nasi uduk keliling asrama putra. Lalu siangnya kuliah yang seringkali sampai sore (jam 6). Belum kegiatan-kegiatan lain yang dia ikuti seperti klub debat di kampus dan bisnis lain di luar kampus.
Di sisi lain, ada anak yang paginya juga bangun pagi, tapi dia masih bisa santai-santai internetan. Siangnya dia juga kuliah dan kadang-kadang juga sampai sore. Setelah kuliah dia bisa langsung pulang karena tidak ikut banyak kegiatan di kampus maupun di luar kampus seperti anak pertama tadi. Dengan kata lain, anak kedua ini lebih tidak sibuk daripada anak pertama.
Tapi tahukah elo, meski lebih sibuk, anak pertama tidak lebih stress daripada anak kedua. Ketika ditanya prestasi akademisnya pun, si anak pertama ternyata lebih baik dari anak kedua (padahal mereka masuk UI lewat jalur yang sama, SNMPTN Tulis, yang berarti secara kasar bisa diasumsikan mereka memiliki kecerdasan yang setara), dan pencapaian-pencapaian lain seperti sosial dan finansial pun lebih baik anak kedua.
Agak aneh? Nggak juga sih. Sebenarnya dari gue SMA juga udah banyak anak-anak seperti itu. Pengurus inti di OSIS juga banyak yang masuk 10 besar kelas dan menang di lomba-lomba. So, mungkin bukan seberapa sibuknya kita yang menentukan pencapaian. Bukan seberapa banyak hal yang harus kita kerjakan, tapi bagaimana kita menerima kesibukan dan meresponnya, yang akan sangat menentukan apa yang akan kita capai. Toh, sibuk tidaknya seseorang juga hasil dari pilihan orang itu sendiri. Jadi, tidak perlu kan kita mengeluhkan sekolah yang sibuk, kuliah yang sibuk, kerja yang sibuk dan lain-lain itu? Yang perlu kita lakukan adalah mengatur waktu, tenaga, dan (keinginan) diri kita dengan baik agar hari-hari kita dapat berjalan lebih mulus. Agar hidup kita lebih indah. Riiiiiiight??? :D
Di sisi lain, ada anak yang paginya juga bangun pagi, tapi dia masih bisa santai-santai internetan. Siangnya dia juga kuliah dan kadang-kadang juga sampai sore. Setelah kuliah dia bisa langsung pulang karena tidak ikut banyak kegiatan di kampus maupun di luar kampus seperti anak pertama tadi. Dengan kata lain, anak kedua ini lebih tidak sibuk daripada anak pertama.
Tapi tahukah elo, meski lebih sibuk, anak pertama tidak lebih stress daripada anak kedua. Ketika ditanya prestasi akademisnya pun, si anak pertama ternyata lebih baik dari anak kedua (padahal mereka masuk UI lewat jalur yang sama, SNMPTN Tulis, yang berarti secara kasar bisa diasumsikan mereka memiliki kecerdasan yang setara), dan pencapaian-pencapaian lain seperti sosial dan finansial pun lebih baik anak kedua.
Agak aneh? Nggak juga sih. Sebenarnya dari gue SMA juga udah banyak anak-anak seperti itu. Pengurus inti di OSIS juga banyak yang masuk 10 besar kelas dan menang di lomba-lomba. So, mungkin bukan seberapa sibuknya kita yang menentukan pencapaian. Bukan seberapa banyak hal yang harus kita kerjakan, tapi bagaimana kita menerima kesibukan dan meresponnya, yang akan sangat menentukan apa yang akan kita capai. Toh, sibuk tidaknya seseorang juga hasil dari pilihan orang itu sendiri. Jadi, tidak perlu kan kita mengeluhkan sekolah yang sibuk, kuliah yang sibuk, kerja yang sibuk dan lain-lain itu? Yang perlu kita lakukan adalah mengatur waktu, tenaga, dan (keinginan) diri kita dengan baik agar hari-hari kita dapat berjalan lebih mulus. Agar hidup kita lebih indah. Riiiiiiight??? :D
Bagus Hangga, semangat terus untuk menulis ya. Tulisannya sederhana,tapi menyenangkan untuk dibaca. Tulisannya terarah dan fokus. Menulislah sebanyak mungkin biar pikiran nggak terlalu bertumpuk ya. Semangat!!!!
ReplyDeleteSiaaappp!! Makasih Kak Decil! :D
Delete